Kamis, 26 Juli 2012

Pengembangan kurikulum Pai


Kurikulum dan Materi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam mempunyai pandangan dan landasan filosofis yang sangat luas dan subtansial, hal ini berbeda dengan konsep pendidikan  pada umumnya, hal ini dikarenakan pendidikan Islam landasan utamanya memang banyak didasarkan oleh wahyu yang bersifat ketuhanan,  karena pendidikan Islam didasarkan atas nilai-nilai yang terkandung dalam Islam (Islam dalam posisinya sebagai agama), maka proses dan isi yang terkandung didalamnya merupakan bagian dari visi dan subtansi ajaran Islam itu sendiri
. Pendidikan Islam lebih luas dan umum daripada pendidikan Agama Islam, karena pendidikan Islam mempunyai tujuan dan pembahasan yang lebih universal sehingga dalam metode, sistematika dan isinya seharusnya  lebih bisa memuat nilai-nilai yang lebih umum. Terkait kurikulum, Arifin berpendapat “dari kurikulum pendidikan Islam,harus tercermin idealitas Al-Qur’an yang tidak milih-milih jenis disiplin ilmu secara taksonomis dikotomik, [1] namun kenapa sistem pendidikan Islam saat ini menandakan pandangan sebagaimana konsep ilmu dalam Al-Qur’an?.
Dewasa ini banyak pertanyaan, komentar dan kritik mengenai pendidikan Islam yang dinilai masih kurang maksimal, terlebih akhir-akhir ini ketika maraknya tawuran antar pelajar dan banyaknya tindak kriminalitas yang dilakukan oleh kalangan pelajar, hal ini yang menjadikan masyarakat bertanya-tanya, apanya yang salah dengan pendidikan Islam dalam hal ini pendidikan agama, dimana seharusnya pendidikan agama sebagai titik keseimbangan dan sistem kontrol terhadap globalisasi dan tekhnologi yang dewasa ini sangat berpengaruh terhadap mental dan akhlak generasi bangsa,  pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi bahan evaluasi untuk mempertanyakan kembali kenapa pendidikan agama ( pendidikan Islam) tidak berperan maksimal, apanya yang salah? apakah materi-materinya yang tidak sesuai dengan kondisi zaman , apa metodologi yang tidak relevan dengan keadaan siswa, atau bahkan sistem pendidikan Islam secara menyeluruh yang tidak sesuai harapan?
Sebagai proses untuk mencapai tujuan yang diharapkan dari pendidikan Islam maka perlu upaya-upaya konkrit dalam mewujudkanya diantaranya melalui  sistematika,metodologi, kurikulum dan strategi-strategi yang tepat dan sesuai untuk membenahi pendidikan Islam. Mengenai materi/kurikulum pendidikan Islam ini ada pendapat dari HM. Arifin, dengan ungkapanya. “ Dalam ilmu pendidikan Islam, kurikulum merupakan bahan-bahan ilmu pengetahuan yang diproses didalam sistem kependidikan Islam” sedangkan  menurut sifatnya beliau menjelaskan lagi bahwa kurikulum pendidikan Islam dipandang sebagai cermin idealitas Islam yang tersusun dalam bentuk dalam serangkaian program dan konsep untuk mencapai tujuan pendidikan, ”[2]
UU Sisdiknas 2003 lebih lanjut menjelaskan tentang  kurikulum dalam pengertian pendidikan secara umum yaitu dalam Pasal 36, 37 dan 38, sedang dalam uraian yang lebih spesifik menguraikan tentang garis-garis yang harus ada dalam penyusunan kurikulum terdapat  dalam pasal 36 ayat 4. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan :
  1. Peningkatan iman dan takwa
  2. Peningkatan akhlak mulia
  3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
  4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan
  5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
  6. Tuntutan dunia kerja
  7. Perkembangan ilmu pengetahuan tekhnologi dan seni
  8. Agama
  9. Dinamika perkembangan global
  10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan[3]
Dari garis poin-poin yang digambarkan oleh UU Sisdiknas, mengenai kurikulum secara umum banyak yang selaras dengan tujuan umum dan materi dalam pendidikan Islam.
Terkait  materi-materi dalam pendidikan Islam, H.M Arifin  kembali berpendapat bahwa antara kurikulum dan materi hakikatnya sama, dengan perkataanya “Pada hakikatnya antara materi dan kurikulum mengandung arti sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem  institusional pendidikan,” selanjutnya beliau menyunting pendapat para pakar pendidikan Islam mengenai materi dan ilmu dalam pendidikan Islam sebagai berikut:
  1. Al Farabi, mengklasifikasikan ilmu-ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an sebagai berikut
    1. Ilmu bahasa
    2. Logika
    3. Fisika dan metafisika
    4. Ilmu kemasyarakatan
  2. Menurut Pandangan Prof. Dr. Mohammad Fadhil al-Djamaly, semua jenis ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an harus diajarkan kepada anak didik ilmu tersebut meliputi : Ilmu agama, sejarah, ilmu falak,ilmu bumi, ilmu jiwa ,ilmu kedokteran,ilmu pertanian,biologi,ilmu ekonomi, balaghoh, ilmu bahas Arab, ilmu pembelaan negara,dan segala ilmu yang dapat mengembangkan kehidupat umat manusia dan yang mempertinggi drajatnya.
  3. Pendapat Ibnu kaldun, dalam membagi ilmu pengetahuan sebagi berikut
    1. Ilmu syariah dengan segala jenisnya
    2. Ilmu filsafat termasuk ilmu alam dan ilmu ketuhanan
    3. Ilmu alat yang bersifat membantu ilmu-ilmu agama seperti ilmu loghoh dan lain-lain.
    4. Ilmu alat yang membantu falsafah,seperti ilmu mantik (logika)
  4. Imam Ghozali, beliau merinci ilmu kedalam dua kategori yaitu :
    1. Ilmu-ilmu fardu ‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh semua orang Islam meliputi ilmu-ilmu agama atau ilmu yang bersumber dari dalam kitab suci Al-Qur’an
    2. Ilmu-ilmu yang merupakan fardu kifayah, terdiri dari ilmu-ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk memudahkan urusan duniawi,seperti ilmu hitung (matematika),ilmu kedokteran,ilmu tekhnik, ilmu pertanian dan industri.[4]
Dari pendapat-pendapat para pakar pendidikan Islam mengenai bidang-bidang dan klasifikasi ilmu maka bisa disimpulkan bahwa semua ilmu pada hakekatnya sama yaitu sumbernya dari Al-Qur’an dan semua ilmu-ilmu yang bermanfaat harus diajarkan kepada peserta didik. Karena bahasan pendidikan Islam sangat luas maka materi dan kurikulum juga disesuaikan dengan kajian yang luas tersebut tanpa harus dipermasalahkan dengan wacana dikotomisasi ilmu pengetahuan.


[1]  Prof. HM Arifin, Op.Cit.hal.137
[2] Ibid, hal.136
[3] Redaksi Penerbit,  Op.Cit, hal. 84
[4]  Prof. HM Arifin, Op.Cit.hal.139